Selasa, 25 November 2008

The Story behid Gazette's Taion

Gazette - Taion

A wintry sky and the broken streetlight cold wind.
Unknown shadow the footprint of desertion.
Freedom was taken.

If it wakes up a gloomy ceiling.
A laughing voice sinks in the eardrum it is soiled.
And violence rapes me.

An understanding is impossible.
Why was I chosen? Someone should answer...

Douka hidoi yumedato kotaetehoshii
Doredake sakebi modae kurushimebaii
Douka hidoi yumedato oshietehoshii
Chigiresouna koe de nandomo sakenda

There is no hand of preparing of the disordered hair.
A laughing voice sinks in the eardrum a faint temperature is
mixed in the midwinter.

Koe wo koroshite karesouna jibu ni ikikaseteita
Ikirukoto wo miushinawanuyou
Koe wo koroshite furuete yoruwa itami ni oboreteiku
Togiresuna iki wo yurushite...

Douka hidoi yumedato kotaetehoshii
Doredaka sakebi modae kurushimebaii
Douka hidoi yumedato oshiete hoshii
Saigo ni mouichido dake warattemitai

===================================================================

Gazette – Suhu tubuh

Langit yang dingin dan lampu jalanan yang rusak, angin yang dingin
Bayangan yang tak dikenal, jejak kaki yang ditinggalkan
Kebebasan telah terambil
Saat terbangun, sebuah atap yang suram
Suara tawa terdengar di gendering telinga, teringat
Dan kekerasan memperkosa diriku

Sebuah pemahaman adalah mustahil
Kenapakah aku yang terpilih? Seseorang harus menjawab…

Aku harap entah bagaimana kau memberitahuku, bahwa ini semua hanyalah mimpi buruk
Hingga kapankah aku arus berteriak, menjerit dan menderita hingga semuanya usai?
Kumohon, katakanlah padaku bahwa ini semua hanyalah mimpi buruk
Dengan suara yang terdengar rusak, aku menangis lagi dan lagi

Tak ada tangan yang memperbaiki rambut yang berantakan
Suara tawa terdengar di gendering telinga, suhu yang menurun tercampur dengan musim dingin.

Menahan suaraku dan memerintah diriku yang menjerit untuk bertahan hidup
Untuk tidak kehilangan pandangan dari semua yang hidup
Menahan suaraku, aku ingat malam-malam penuh dengan sakit
Maafkanlah nafasku yang terganggu ini..

Aku harap entah bagaimana kau memberitahuku, bahwa ini semua hanyalah mimpi buruk
Hingga kapankah aku arus berteriak, menjerit dan menderita hingga semuanya usai?
Kumohon, katakanlah padaku bahwa ini semua hanyalah mimpi buruk
Pada akhirnya, aku hanya ingin mencoba dan tertawa sekali lagi.


===================================================================

Terkadang inspirasi dari sebuah lagu bisa berasal dari mana pun, bisa dari suatu kejadian pribadi yang dialami oleh sang penulis ataupun juga dari sebuah kejadian yang mengilhami hidupnya. Hal yang sama terjadi juga pada Ruki, pada album NIL yang direlease pada tahun 2006 lalu terdapat satu lagu yang istimewa, Taion. Taion memiliki nuansa yang paling gelap dibandingkan dengan lagu-lagu lain yang terdapat di album NIL, baik secara aransemen dan juga lyric. Hal ini dikarenakan lagu ini memang diilhami dari sebuah kisah nyata yang terjadi 20 tahun yang lalu, sebuah kejadian memilukan yang akan dikenal orang sebagai salah satu bukti kekejaman manusia.

“Joshikosei konkurito-zume satsujin-jiken” atau bisa juga diterjemahkan sebagai “Kasus pembunuhan Gadis Sekolahan yang dikubur dengan Semen”, itulah nama dari sebuah kasus kejahatan yang pernah terjadi di Jepang pada tahun 1988 dimana seorang gadis muda berusia 16 tahun, bernama Junko Furuta dibunuh dan mayatnya dibuang dalam sebuah drum yang berisi semen.

Kronologi dari kejadian tersebut adalah sebagai berikut. Pada bulan November 1988, 4 orang remaja, sebut saja A (18 tahun), B (17 tahun, diketahui namanya adalah Jo Kamisaku), C (16 tahun) dan D (17 tahun, menculik dan menahan seorang gadis bernama Junko Furuta (16 tahun), seorang siswa SMA kelas 2 dari prefektur Saitama, Misato, selama 44 hari. Furuta lalu ditahan di rumah milik orang tua “C”, disana ia dipaksa oleh “A” untuk menghubungi orang tuanya dan memberitahu mereka bahwa ia kabur dari rumah dan ia juga bersama dengan temannya, sehingga mereka tidak perlu khawatir padanya.

Furuta juga dipaksa untuk berpura-pura sebagai pacar dari “A” saat orang tua dari “C” ada di rumah, namun setelah orang tua dari “C” tidak terlalu menghiraukan aksi itu sandiwara itupun mereka hentikan. Setelah disekap, Furuta sempat mencoba melarikan diri beberapa kali, dan parahnya bahkan saat ia memohon pada orang tua “C” tak ada satupun dari mereka yang peduli. Mereka ternyata telah diintimidasi oleh “A” yang merupakan seorang pemimpin Yakuza level bawah dimana “A” sempat mengancam akan membunuh mereka jika ada yang membantu Furuta.

Selama masa penyekapan Furuta mengalami berbagai siksaan dan perkosaan, bahkan dalam pengakuan mereka dalam persidangan mereka pernah memasukkan berbagai macam benda asing ke dalam kemaluannya, menyulut kembang api si masukkan ke (maaf) anus, menjatuhkan barbel ke perutnya dan berbagai macam siksaan lainnya.

Saat mengalami semua siksaan itu dan menyadari bahwa tidak ada satu orangpun yang bersedia melepaskannya Furuta bahkan sampai memohon untuk kematiannya sendiri.
Pada tanggal 4 Januari 1989, menggunakan alas an kekalahan mereka dalam permaianan mahyonh, ke-empat pemuda itu mulai menghajar Furuta dengan berbel besi, menuangkan cairan korek api ke kaki, tangan, muka dan perut dan mulai membakarnya. Furuta kemudian meninggal pada hari itu juga karena shock. Pada saat persidangan ke-4 pemuda itu mengaku tidak menyadari seberapa parah cedera yang dialami Furuta dan menganggap bahwa ia hanya berpura-pura saja.

Mayat Furuta lalu disembunyikan dalam drum berukuran 55 gallon yang berisi semen, drum itu lalu dibuang di sebuah tanah kosong di Koto, Tokyo.

Setelah ditangkap, A, B, C dan D lalu dinyatakan bersalah dengan tuduhan “melakukan perbuatan menyakiti orang lain sehingga menyebabkan kematian”, sebuah tuduhan yang jauh lebih ringan dengan yang dituntut oleh orang tua dari Furuta. Kamisaku (“B”)sendiri hanya dipenjara selama 8 tahun, namun karena tindakan penyerangan yang dia lakukan lagi pada tahun 2004 hingga kini ia masih meringkuk di penjara. Orang tua dari “A” sendiri sampai menjual rumah mereka senilai 50 juta Yen untuk membayar uang kompensasi pada orang tua Furuta.

Sampai saat ini ada 2 film yang dibuat yang menceritakan kejadian itu:
Joshikōsei konkurīto-zume satsujin-jike dengan disutradarai oleh Katsuya Matsumura pada tahun 1995, dan
Concrete (Schoolgirl in Cement) dengan sutradara Hiromu Nakamura pada tahun 2004